oleh : WJA Misero
Matahari tampak penat menyusuri langit dan telah berada di pinggir gurun untuk mengaso. Serombongan manusia dan kuda mereka juga lelah dan harus berhenti untuk beristirahat di sebuah lembah kecil. Tiga hari telah habis terbuang percuma hanya hilir mudik mencari ujung gurun. Bibir tak berbekas senyum, mulut kehilangan kata manis, yang tertinggal hanya gagasan kosong di otak dan gundah di hati. Asa pun semakin sirna.
Keesokan paginya, kegiatan rombongan dimulai dengan sebuah pertemuan dengan agenda tunggal, arah perjalanan hari itu. Hampir dua jam dihabiskan hanya dengan perbincangan dan perdebatan yang tak berujung sebuah keputusan. Keputus-asaan semakin memuncak. Pada saat itulah tiga ekor kuda mengambil prakarsa. Kuda pertama berkata dengan sopan,
“Tuan-tuan, mohon maaf. Anda semua belum sepakat tentang arah perjalanan, sementara persediaan minuman dan makanan semakin menipis. Karena itu, perkenankan kami, para kuda, untuk memimpin rombongan ini.”
“Astaga! Apalah kata Naga Bonar jika demikian adanya,” kata orang yang merasa pimpinan rombongan. “Sungguh pongah! Apakah kuda-kuda tidak pernah tersesat? Kata orang lain yang juga menjagokan diri sebagai pemimpin.
“Tuan-tuan, jika Anda pernah menonton film tentang rombongan kuda di layar kaca, maka demikianlah adanya. Kami tidak pernah tersesat kecuali jika kami ditunggangi manusia,” jawab kuda kedua. Orang lain yang juga sering mengaku pimpinan bertanya,
“Jika usul kalian kami terima, apakah kami akan ditunggangi para kuda?”
“Tentu saja tidak, Tuan,” jawab kuda ketiga.
“Kami memiliki prikekudaan, kami akan berjalan –tidak berlari- di depan dan Tuan-tuan dipersilahkan berjalan di belakang sambil berpegang pada ekor-ekor kami.”
“Saudara-saudara, saya pikir usulan kuda-kuda kita terima saja. Tetapi jika hari ini mereka tidak berhasil memandu kita ke pinggir gurun, maka mereka semua kita bunuh. Setuju?” usul orang yang lain lagi. Tidak ada setuju yang gempita, tetapi orang-orang berjalan menyeret dirinya sendiri mengikuti kuda-kuda. Sore itu, mereka tiba di sebuah desa di pinggir gurun.
Adalah dua praktisi periklanan, Al Ries dan Jack Trout, yang mengibaratkan perusahaan sebagai kuda dan orang (karyawan) sebagai penunggang. Mereka mengajurkan kepada orang untuk mengganti kuda bila kuda tersebut tidak tidak mampu membawa ke tujuan. Kuda seperti ini hanya membuat orang tersesat dan menjadi pecundang seumur hidup. Ries dan Trout benar jika yang menjadi isu adalah karier perorangan. Akan tetapi, jika isunya adalah karir bersama dari sejumlah orang yang menggabungkan diri dalam sebuah perusahaan, penunggangan kuda akan melahirkan kekacauan arah dan tindak. Setiap orang akan merasa menjadi pemimpin dan mengarahkan perusahaan ke tempat yang berbeda dari arah yang dituju oleh orang-orang lain. Perusahaan akan berputar-putar di satu tempat saja, tersesat dan menjadi pecundang. Dalam sebuah perusahaan, pikiran Ries dan Trout harus dibalik. Apa pun kata Naga Bonar, orang-orang dalam sebuah perusahaan harus bersedia ditunggangi. Perusahaan bukan kuda tunggangan tetapi kuda penunggang.
(Makassar, 1 Oktober 2005)
Rongga Kecil di Sebuah Bangunan Besar
Kelompok kerja yang terbangun bukan saja atas penugasan dari negara, melainkan juga karena kebutuhan sebagai suatu gerakan kecil untuk sebuah perubahan menuju komunitas masyarakat pembelajar lintas batas.
Ada banyak komunitas di lantai 6, tetapi banyak orang percaya seolah-olah inilah penghuni resmi, yang dipersepsikan sebagai:
1. Kumpulan para utopia.
2. Kumpulan orang-orang yang tidak jelas statusnya.
3. Kumpulan para pemikir yang sok cerdas.
4. Kumpulan orang-orang biasa yang ingin punya manfaat bagi bangsa dan negara.
Apapun persepsi yang melekat, ruang kecil di lantai 6 memiliki aura menggoda anggotanya untuk selalu rindu berkumpul, berdebat, berbagi ilmu, wawasan dan idea yang siap dimanfaatkan bagi mereka yang membutuhkan.
Renstra Unhas
Visi
Pusat Pengembangan Budaya Bahari.
Pengembangan budaya secara implisit berarti menciptakan ruang bagi pengembangan Ipteks (Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni) yang sesuai dengan nilai-nilai budaya yang dianut.
Misi
a. Menghasilkan alumni yang mandiri, berahlak dan berwawasan global.
b. Mengembangkan Ipteks yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya.
c. Mempromosikan dan mendorong terwujudnya nilai-nilai bahari dalam masyarakat.
Nilai
Unhas menganut sistem nilai yang menjamin kebebasan pengembangan diri yang adaptif-kreatif terhadap keserbautuhan wawasannya, terhadap kebermanfaatan perannya, dan terhadap perilaku keberbagian keberadaannya. mengupayakan perbaikan dan penyempurnaan dalam melaksanakan misi.
Tujuan
a. Berperan sebagai pusat konservasi dan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang unggul;
b. Mewujudkan kampus sebagai masyarakat akademik yang handal yang didukung oleh budaya ilmiah yang mengacu kepada nilai-nilai Unhas;
c. Mengembangkan dan memanfaatkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang relevan dengan tujuan pembangunan nasional dan daerah melalui penyelenggaraan program-program studi, penelitian, pembinaan kelembagaan, serta pengembangan sumberdaya manusia akademik yang berdaya guna dan hasil guna;
d. Mewujudkan Unhas sebagai universitas penelitian (research university);
e. Meningkatkan mutu fasilitas, prasarana, sarana dan teknologi serta mewujudkan suasana akademik yang kondusif serta bermanfaat bagi masyarakat untuk mendukung terwujudnya misi universitas;
f. Meningkatkan produktivitas dan kualitas luaran, khususnya yang berkaitan dengan kebutuhan pembangunan dan dunia usaha;
g. Memupuk dan mengembangkan kerjasama kemitraan dengan sektor eksternal khususnya pemerintah, dunia usaha dan industri serta dengan perguruan tinggi dan lembaga-lembaga Ipteks lainnya, baik di dalam maupun di luar negeri.
Selengkapnya >>>
Selasa, 29 Juli 2008
Owen Sangkala
oleh: WJA Misero
Tanda kekesalan di wajahnya belum hilang semuanya ketika Owen memberi salam kepada ayahnya yang sedang duduk santai di teras rumah petang itu. Dua titik peluh akibat berjalan kaki dari bengkel ke rumah ayahnya dan jejak alirannya terlihat jelas di pipinya. Sebelum ia sempat menjatuhkan tubuhnya di kursi dan sebelum mulutnya terbuka untuk melontarkan kata pertamanya, ayahnya telah menawari untuk pergi membasuh wajahnya sementara ayahnya memintakan secangkir kopi baginya.
Selepas mencuci muka, Owen kembali ke teras dengan wajah yang mulai berseri. Senyumnya agak terkuak saat ia melihat ibunya sedang meletakkan dua cangkir kopi dan sepiring pisang goreng di atas meja. Menatap mata ibunya yang memancarkan keteduhan, kekesalannya perlahan-lahan memudar.
“Terima kasih, Bu,” katanya dengan senyum yang semakin melebar.
“Mobilmu rusak lagi, ya?” tanya ayahnya setelah membiarkan Owen menghabiskan sepotong pisang goreng dan beberapa tegukan kopi.
“Benar, Yah,” jawabnya singkat.
“Menurut pemilik bengkel, ini adalah akibat keterlambatan penggantian oli. Ia menganjurkan agar Nurdin dipecat saja,” kata Owen dengan nada semakin meninggi.
Sebelum kekesalan Owen muncul kembali, ayahnya segera memotong dengan berkata,
“Pantas Nurdin tidak ikut kemari. Kau telah bertindak bijak dengan menyuruhnya pulang. Dia belum dipecat, bukan?”
“Belum, Yah. Karena ia adalah supir usulan Ayah, saya perlu meminta pertimbangan Ayah,” jawab Owen.
“Bagus. Kalau begitu kita masih punya waktu,” sahut ayahnya.
Sambil menatap Owen dengan lembut, ayahnya berkata,
“Owen masih ingat alasan usulan Ayah, kan? Nurdin adalah anak sulung Pak Dahlan, supir kita dulu yang sangat baik dan setia. Ayah tidak perlu menjelaskannya lebih jauh. Sekarang, Ayah ingin menjawab protes yang Owen kemukakan ketika berada di SD kelas satu. Waktu itu, teman-temanmu mengolok-olok namamu. Owen Sangkala, nama yang aneh!”
Owen lalu bertanya dengan tidak sabar, “Mengapa Ayah memberi nama demikian? Dulu alasan Ayah adalah bahwa nama ini Ayah dapat selama belajar manajemen di Inggris.”
“Nama Owen yang Ayah berikan kepadamu berasal dari seorang pionir manajemen yang bernama Robert Owen yang hidup pada masa awal revolusi industri. Ia adalah pelopor dari tokoh-tokoh lain yang menaruh perhatian pada sumberdaya manusia organisasi bisnis. Pendapatnya mungkin seperti ini. Jika mesin sebagai benda mati dirawat, dibersihkan dan diperbaiki agar dapat digunakan secara optimal, maka manusia sebagai mahkluk hidup seharusnya diperlakukan lebih baik agar mampu bekerja secara optimal pula,” kata Ayah.
“Ayah berharap bahwa dengan menyandang namanya, pikiran yang sederhana tetapi cemerlang dan mulia seperti ini menjadi pikiranmu pula dan mampu Owen wujudkan.”
“Sekarang, apakah Owen sudah meminta Nurdin untuk … “
Sebelum ayahnya melanjutkan ‘kuliah’, Owen memotong, “Sudah cukup, Ayah. Ayah jangan lupa bahwa ada Sangkala juga dinamaku. Walaupun bukan profesor, dalam diri Owen pasti tertinggal sedikit kepandaian Ayah, kan?
Petang itu, di teras itu, ada tawa yang meledak yang berakhir dengan senyum yang merekah lebar. Ketika itu, manusia memperhatikan manusia bukan benda saja.
(Makassar, 30 September 2005)
Tanda kekesalan di wajahnya belum hilang semuanya ketika Owen memberi salam kepada ayahnya yang sedang duduk santai di teras rumah petang itu. Dua titik peluh akibat berjalan kaki dari bengkel ke rumah ayahnya dan jejak alirannya terlihat jelas di pipinya. Sebelum ia sempat menjatuhkan tubuhnya di kursi dan sebelum mulutnya terbuka untuk melontarkan kata pertamanya, ayahnya telah menawari untuk pergi membasuh wajahnya sementara ayahnya memintakan secangkir kopi baginya.
Selepas mencuci muka, Owen kembali ke teras dengan wajah yang mulai berseri. Senyumnya agak terkuak saat ia melihat ibunya sedang meletakkan dua cangkir kopi dan sepiring pisang goreng di atas meja. Menatap mata ibunya yang memancarkan keteduhan, kekesalannya perlahan-lahan memudar.
“Terima kasih, Bu,” katanya dengan senyum yang semakin melebar.
“Mobilmu rusak lagi, ya?” tanya ayahnya setelah membiarkan Owen menghabiskan sepotong pisang goreng dan beberapa tegukan kopi.
“Benar, Yah,” jawabnya singkat.
“Menurut pemilik bengkel, ini adalah akibat keterlambatan penggantian oli. Ia menganjurkan agar Nurdin dipecat saja,” kata Owen dengan nada semakin meninggi.
Sebelum kekesalan Owen muncul kembali, ayahnya segera memotong dengan berkata,
“Pantas Nurdin tidak ikut kemari. Kau telah bertindak bijak dengan menyuruhnya pulang. Dia belum dipecat, bukan?”
“Belum, Yah. Karena ia adalah supir usulan Ayah, saya perlu meminta pertimbangan Ayah,” jawab Owen.
“Bagus. Kalau begitu kita masih punya waktu,” sahut ayahnya.
Sambil menatap Owen dengan lembut, ayahnya berkata,
“Owen masih ingat alasan usulan Ayah, kan? Nurdin adalah anak sulung Pak Dahlan, supir kita dulu yang sangat baik dan setia. Ayah tidak perlu menjelaskannya lebih jauh. Sekarang, Ayah ingin menjawab protes yang Owen kemukakan ketika berada di SD kelas satu. Waktu itu, teman-temanmu mengolok-olok namamu. Owen Sangkala, nama yang aneh!”
Owen lalu bertanya dengan tidak sabar, “Mengapa Ayah memberi nama demikian? Dulu alasan Ayah adalah bahwa nama ini Ayah dapat selama belajar manajemen di Inggris.”
“Nama Owen yang Ayah berikan kepadamu berasal dari seorang pionir manajemen yang bernama Robert Owen yang hidup pada masa awal revolusi industri. Ia adalah pelopor dari tokoh-tokoh lain yang menaruh perhatian pada sumberdaya manusia organisasi bisnis. Pendapatnya mungkin seperti ini. Jika mesin sebagai benda mati dirawat, dibersihkan dan diperbaiki agar dapat digunakan secara optimal, maka manusia sebagai mahkluk hidup seharusnya diperlakukan lebih baik agar mampu bekerja secara optimal pula,” kata Ayah.
“Ayah berharap bahwa dengan menyandang namanya, pikiran yang sederhana tetapi cemerlang dan mulia seperti ini menjadi pikiranmu pula dan mampu Owen wujudkan.”
“Sekarang, apakah Owen sudah meminta Nurdin untuk … “
Sebelum ayahnya melanjutkan ‘kuliah’, Owen memotong, “Sudah cukup, Ayah. Ayah jangan lupa bahwa ada Sangkala juga dinamaku. Walaupun bukan profesor, dalam diri Owen pasti tertinggal sedikit kepandaian Ayah, kan?
Petang itu, di teras itu, ada tawa yang meledak yang berakhir dengan senyum yang merekah lebar. Ketika itu, manusia memperhatikan manusia bukan benda saja.
(Makassar, 30 September 2005)
Sabtu, 26 Juli 2008
Manajemen Aset
Manajemen aset yang baik merupakan siklus pengelolaan sejak perencanaan, pengadaan, pencatatan, penyimpanan, pemanfaatan, pemeliharaan, pemutakhiran hingga penghapusan. Dengan demikian informasi tentang keberadaan, nilai dan kondisi tentang asset dapat dijadikan landasan dalam membuat kebijakan yang tujuannya tak lain adalah mendukung Unhas dalam mencapai visi dan misinya.
Hingga saat ini sistem pengelolaan aset yang dilakukan universitas baru sebatas pada sistem informasi pencatatan jenis dan harga barang saat serah terima barang dari pemasok. Energi terbesar dalam sistem pengelolaan dihabiskan pada proses pengadaan yang menyita waktu karena harus memenuhi sekian banyak peraturan yang disyaratkan bagi institusi pemerintah. Kelemahan yang terjadi adalah bahwa perhatian kemudian hanya terfokus pada kelengkapan dokumen administrasi, sekedar untuk tujuan menjawab keinginan tim audit negara, tetapi belum kepada filosofi yang paling penting dari proses pengadaan barang itu sendiri yaitu manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan universitas, kualitas optimal dan harga seefisien mungkin.
Beberapa contoh dapat ditampilkan untuk menunjukkan fakta tentang system pengelolaan aset Unhas. Melalui data yang diperbaharui tahun 2005, diketahui bahwa ketersediaan ruang kuliah di Unhas telah cukup memadai, yaitu 0,86 m2/mhs, lebih besar dari yang disyaratkan Kepmendiknas No. 234/U/2000 (0,5 m2/mhs). Demikian pula halnya dengan ruang dosen, yaitu 3,58 m2/dosen, masih sedikit lebih rendah dari standar yaitu sebesar 4.0 m2/dosen. Untuk laboratorium, diperoleh rasio sebesar 1,07 m2/mhs, lebih kecil dari yang disyaratkan (2,00 m2/mhs). Ruang staf administrasi >10,00 m2 jauh di atas standar 4,00 m2 / staf. Dari informasi ini bisa kita simpulkan bahwa tidak ada masalah dengan ketersediaan ruang kuliah. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa beberapa fakultas sepert Teknik, Ekonomi dan Kedokteran, tingkat penggunaan ruangannya bisa >100% bila laboratorium tidak dimanfaatkan sebagai ruang kuliah. Sebaliknya Kedokteran Gigi dan Hukum tingkat penggunaan hanya sekitar 13-50%. Artinya ada cukup banyak ruang yang belum digunakan secara optimal karena sistem penggunaan barang kita tersegmentasi per fakultas / unit kerja dan tidak dimanfaatkan bagi kepentingan bersama Unhas sebagai satu entitas. Informasi lain yang juga bisa didapat adalah bahwa perhatian terhadap kepentingan fasilitas ruangan bagi dosen belum direncanakan dengan baik dibanding dengan perhatian berlebihan terhadap kepentingan staf administrasi. Yang paling penting dari semuanya adalah bahwa yang perlu dilakukan Unhas saat ini ternyata bukan membangun gedung baru karena fasilitas gedung kita sudah lebih dari cukup kecuali untuk laboratorium. Yang perlu dilakukan hanyalah memelihara dan mengatur agar fasilitas gedung-gedung yang ada tetap bisa berfungsi dengan optimal.
Dari data lapangan yang lain juga diketahui bahwa cukup banyak aset universitas yang dengan mudah hilang dari daftar barang. Renovasi Ramsis 2007/2008 menunjukkan pada kita bahwa konsultan bekerja tanpa kendali memadai dari pengelola. Hal ini tercermin dari penggantian rangka atap kayu kualitas I menjadi kualitas yang lebih rendah rangka baja ringan. Akibatnya kayu senilai ratusan juta yang masih dalam kondisi prima terbuang percuma untuk kepentingan pribadi oknum tertentu. Hal yang sama juga terjadi pada barang lain yang tak terdata seperti pohon yang ribuan jumlahnya dan tersebar di lahan kampus atau koleksi foto dan lukisan bersejarah, yang jumlahnya relatif banyak.
Menyadari kondisi sistem pengelolaan aset Unhas, tahun 2005 salah satu aktifitas Kantor Persiapan BHP-Unhas adalah menyiapkan sistem inventarisasi data aset bagi tujuan asset information system secara online yang dapat digunakan untuk mengambil keputusan. Seluruh aset fisik di kampus Tamalanrea telah didata secara terinci dalam format gambar dwg. Data ini akan dikoneksikan dengan data keberadaan barang, ketersediaan ruang bagi penyelenggaraan perkuliahan, keberadaan SDM (meliputi lokasi mengajar dosen, sarana prasarana dan kegiatan yang dilakukan). Sebagian sistem yang diuraikan telah terkomputerisasi, namun demikian seluruh sistem ini masih tersegmentasi atau belum terpadu.
Keikut-sertaan Universitas Hasanuddin dalam Proyek INHERENT telah menghasilkan suatu sistem pengelolaan aset terkomputerisasi akan tetapi belum dimanfaatkan karena masih dalam tahap pengisian data. Informasi aset yang dapat diakses oleh para dosen mahasiswa berbentuk daftar inventaris ruangan yang berada di setiap ruang. Dosen dan mahasiswa dapat memanfaatkan sarana dan prasarana bagi kegiatan kurikuler dan kokurikuler dengan menghubungi secara langsung unit terkait yang menjadi penanggungjawab pengelolaan sarana dan prasarana yang mereka butuhkan.
Kesadaran terhadap kebutuhan akan sistem pengelolaan aset yang lebih memadai dan lebih sesuai dengan kondisi institusi telah mendorong Universitas Hasanuddin untuk mengajukan proposal dan memenangkan Proyek I-MHERE. Sebagai pelaksanaan proyek I-MHERE, Universitas Hasanuddin menamakan sistem pengelolaan sarana dan prasarananya nanti sebagai “Total Asset Management”. Saat ini Universitas Hasanuddin telah memiliki naskah Kebijakan Manajemen Aset dan sedang menantikan pengesahannya oleh Senat Universitas dalam waktu dekat ini.
Hingga saat ini sistem pengelolaan aset yang dilakukan universitas baru sebatas pada sistem informasi pencatatan jenis dan harga barang saat serah terima barang dari pemasok. Energi terbesar dalam sistem pengelolaan dihabiskan pada proses pengadaan yang menyita waktu karena harus memenuhi sekian banyak peraturan yang disyaratkan bagi institusi pemerintah. Kelemahan yang terjadi adalah bahwa perhatian kemudian hanya terfokus pada kelengkapan dokumen administrasi, sekedar untuk tujuan menjawab keinginan tim audit negara, tetapi belum kepada filosofi yang paling penting dari proses pengadaan barang itu sendiri yaitu manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan universitas, kualitas optimal dan harga seefisien mungkin.
Beberapa contoh dapat ditampilkan untuk menunjukkan fakta tentang system pengelolaan aset Unhas. Melalui data yang diperbaharui tahun 2005, diketahui bahwa ketersediaan ruang kuliah di Unhas telah cukup memadai, yaitu 0,86 m2/mhs, lebih besar dari yang disyaratkan Kepmendiknas No. 234/U/2000 (0,5 m2/mhs). Demikian pula halnya dengan ruang dosen, yaitu 3,58 m2/dosen, masih sedikit lebih rendah dari standar yaitu sebesar 4.0 m2/dosen. Untuk laboratorium, diperoleh rasio sebesar 1,07 m2/mhs, lebih kecil dari yang disyaratkan (2,00 m2/mhs). Ruang staf administrasi >10,00 m2 jauh di atas standar 4,00 m2 / staf. Dari informasi ini bisa kita simpulkan bahwa tidak ada masalah dengan ketersediaan ruang kuliah. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa beberapa fakultas sepert Teknik, Ekonomi dan Kedokteran, tingkat penggunaan ruangannya bisa >100% bila laboratorium tidak dimanfaatkan sebagai ruang kuliah. Sebaliknya Kedokteran Gigi dan Hukum tingkat penggunaan hanya sekitar 13-50%. Artinya ada cukup banyak ruang yang belum digunakan secara optimal karena sistem penggunaan barang kita tersegmentasi per fakultas / unit kerja dan tidak dimanfaatkan bagi kepentingan bersama Unhas sebagai satu entitas. Informasi lain yang juga bisa didapat adalah bahwa perhatian terhadap kepentingan fasilitas ruangan bagi dosen belum direncanakan dengan baik dibanding dengan perhatian berlebihan terhadap kepentingan staf administrasi. Yang paling penting dari semuanya adalah bahwa yang perlu dilakukan Unhas saat ini ternyata bukan membangun gedung baru karena fasilitas gedung kita sudah lebih dari cukup kecuali untuk laboratorium. Yang perlu dilakukan hanyalah memelihara dan mengatur agar fasilitas gedung-gedung yang ada tetap bisa berfungsi dengan optimal.
Dari data lapangan yang lain juga diketahui bahwa cukup banyak aset universitas yang dengan mudah hilang dari daftar barang. Renovasi Ramsis 2007/2008 menunjukkan pada kita bahwa konsultan bekerja tanpa kendali memadai dari pengelola. Hal ini tercermin dari penggantian rangka atap kayu kualitas I menjadi kualitas yang lebih rendah rangka baja ringan. Akibatnya kayu senilai ratusan juta yang masih dalam kondisi prima terbuang percuma untuk kepentingan pribadi oknum tertentu. Hal yang sama juga terjadi pada barang lain yang tak terdata seperti pohon yang ribuan jumlahnya dan tersebar di lahan kampus atau koleksi foto dan lukisan bersejarah, yang jumlahnya relatif banyak.
Menyadari kondisi sistem pengelolaan aset Unhas, tahun 2005 salah satu aktifitas Kantor Persiapan BHP-Unhas adalah menyiapkan sistem inventarisasi data aset bagi tujuan asset information system secara online yang dapat digunakan untuk mengambil keputusan. Seluruh aset fisik di kampus Tamalanrea telah didata secara terinci dalam format gambar dwg. Data ini akan dikoneksikan dengan data keberadaan barang, ketersediaan ruang bagi penyelenggaraan perkuliahan, keberadaan SDM (meliputi lokasi mengajar dosen, sarana prasarana dan kegiatan yang dilakukan). Sebagian sistem yang diuraikan telah terkomputerisasi, namun demikian seluruh sistem ini masih tersegmentasi atau belum terpadu.
Keikut-sertaan Universitas Hasanuddin dalam Proyek INHERENT telah menghasilkan suatu sistem pengelolaan aset terkomputerisasi akan tetapi belum dimanfaatkan karena masih dalam tahap pengisian data. Informasi aset yang dapat diakses oleh para dosen mahasiswa berbentuk daftar inventaris ruangan yang berada di setiap ruang. Dosen dan mahasiswa dapat memanfaatkan sarana dan prasarana bagi kegiatan kurikuler dan kokurikuler dengan menghubungi secara langsung unit terkait yang menjadi penanggungjawab pengelolaan sarana dan prasarana yang mereka butuhkan.
Kesadaran terhadap kebutuhan akan sistem pengelolaan aset yang lebih memadai dan lebih sesuai dengan kondisi institusi telah mendorong Universitas Hasanuddin untuk mengajukan proposal dan memenangkan Proyek I-MHERE. Sebagai pelaksanaan proyek I-MHERE, Universitas Hasanuddin menamakan sistem pengelolaan sarana dan prasarananya nanti sebagai “Total Asset Management”. Saat ini Universitas Hasanuddin telah memiliki naskah Kebijakan Manajemen Aset dan sedang menantikan pengesahannya oleh Senat Universitas dalam waktu dekat ini.
GDLN - Bukan Sekedar Kemewahan
Awalnya Global Distance Learning Network (GDLN) Unhas tercipta sama sekali tanpa dukungan birokrasi universitas. Fasilitas teleconference senilai 5M saat dibangun tahun 2004-2005 hingga kini diakui masuk kategori kelas atas diantara para universitas penyelenggara dalam negeri (UI, Unud, Unri dan Unhas) maupun luar negeri yang dibiayai oleh World Bank. Sayang sekali kemewahan ini cukup lama tertidur tanpa aktifitas yang berarti dan belum dikenal sampai ke program studi sebagai target potensil pengguna.
Sistem pembelajaran multi media lewat teleconference sejatinya menuntut persiapan yang prima dari penyelenggara. Ketidak biasaan untuk menyediakan materi dan kelas pembelajaran dengan baik dan terinci membuat dosen-dosen universitas ragu-ragu memanfaatkan fasilitas canggih ini. Bayangkan dengan teleconference, dosen tampil di hadapan dunia belajar tanpa batas (borderless), disaksikan oleh siapa saja yang berminat atau masuk dalam system jaringan. Dari sisi yang lain, manfaat positif yang bisa diperoleh adalah komunitas pembelajar menjadi terbuka melintasi batas universitas bahkan negara. Dengan metoda interaktif kita bisa mengakses ilmu pengetahuan sesegera mungkin, langsung dari sumbernya.
Harus disadari bahwa tanpa dukungan yang serius dari birokrasi universitas, bukan saja dengan informasi ke program studi tentang keberadaan fasilitas, melainkan juga dukungan untuk keberanian menjadikan teleconference sebagai bagian penting dari sistem pembelajaran, termasuk kesadaran untuk membuat konten materi pembelajaran yang bisa ditawarkan ke masyarakat dunia, terutama materi-materi yang diyakini sebagai kekayaan lokal yang dimiliki universitas. Selain itu, bila dengan fasilitas ini birokrasi universitas mau berubah dari melakukan pertemuan internasional antar negara secara tradisional relatif tidak efisien dari segi biaya dan waktu menjadi pertemuan secara virtual, kita bisa tampil dengan citra positif yang tidak tertinggal dalam hal teknologi. Semakin sering kita melakukan itu, semakin terlatih kita dan semakin dikenal luas di dunia maya. Tanpa dukungan yang kuat, GDLN tak lebih dari seonggok material tak berjiwa yang akan menua dengan cepat. Simak juga tulisan Peluncuran GDLN Indonesia dan Horizon Baru.
Jumat, 18 Juli 2008
Sisdur
Improvisasi dibutuhkan agar nada dan irama bekerja tidak membosankan. Tetapi bila dalam bekerja semua orang dibiarkan berimprovisasi tanpa rambu-rambu yang jelas mengenai apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan, universitas ini akan menjadi hutan belantara tempat berlakunya hukum rimba.
Sistem dan Prosedur (baca: System Operating and Procedures) dibutuhkan agar ada petunjuk jelas "siapa mengerjakan apa, bertanggungjawab kepada siapa, kapan dan bagaimana". Dengan demikian beban kerja dan kinerja staf dapat terukur dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan evaluasi dalam pengembangan karir mereka.
Ketidak jelasan sistem selama ini menimbulkan kebingungan staf dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi (tupoksi). Isu "mengejar SK Honor" selalu menjadi alasan untuk tidak menjalankan tugas dengan baik, walaupun yang dikerjakan adalah tupoksi masing-masing.
Kami menawarkan dan memperkenalkan konsep sistem dan prosedur manajemen universitas untuk bidang SDM, asewt, keuangan yang didukung dengan ICT, kepada pihak eksekutif dengan harapan dapat dimanfaatkan bagi perbaikan manajemen universitas.
Sistem dan Prosedur (baca: System Operating and Procedures) dibutuhkan agar ada petunjuk jelas "siapa mengerjakan apa, bertanggungjawab kepada siapa, kapan dan bagaimana". Dengan demikian beban kerja dan kinerja staf dapat terukur dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan evaluasi dalam pengembangan karir mereka.
Ketidak jelasan sistem selama ini menimbulkan kebingungan staf dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi (tupoksi). Isu "mengejar SK Honor" selalu menjadi alasan untuk tidak menjalankan tugas dengan baik, walaupun yang dikerjakan adalah tupoksi masing-masing.
Kami menawarkan dan memperkenalkan konsep sistem dan prosedur manajemen universitas untuk bidang SDM, asewt, keuangan yang didukung dengan ICT, kepada pihak eksekutif dengan harapan dapat dimanfaatkan bagi perbaikan manajemen universitas.
Perbaikan Manajemen Universitas
Rendahnya daya saing luaran Unhas di skala nasional
apalagi internasional diyakini antara lain karena dukungan fasilitas pembelajaran baik berupa prasarana dan sarana perkuliahan, laboratorium, perpustakaan dan pendukung lainnya yang sangat tidak memadai. Relatif banyak pemahaman yang berkembang bahwa semua itu karena kesulitan universitas menggunakan dana akibat birokrasi KPKN. Jika masalah universitas adalah soal dana (baca uang), bisa diterjemahkan bahwa pendekatan yang dilakukan pada ketidak merdekaan untuk membelanjakan uang kita. Padahal uang hanya sekedar konsekuensi dari rancangan aktifitas dan bukan sebaliknya. Pendekatan masalah pada dana juga menyebabkan evaluasi kinerja hanya diukur pada kelengkapan administrasi bukti pengeluaran uang yang sudah dibelanjakan dan bukan pada efektifitas dan efisiensi suatu kegiatan.
Hasil kajian kami menunjukkan bahwa hampir semua hambatan yang terjadi bukan karena masalah uang karena universitas tidak pernah berada dalam situasi krisis likuiditas, melainkan karena fungsi manajemen yang belum berjalan baik. Sebagai institusi pemerintah, hingga saat ini Unhas tidak punya catatan informasi yang layak dipercaya sehingga berguna dalam membuat kebijakan. Fakta menunjukkan bahwa cukup banyak kebijakan strategis yang punya pengaruh penting bagi pengembangan universitas tidak dikaji secara serius sebelum diputuskan. Hasilnya bisa diduga bahwa kebijakan-kebijakan tersebut tidak punya dampak yang memadai sesuai yang diinginkan. No data no management!
Menyadari hal tersebut Unhas mengajukan proposal dan memenangkan PHK Indonesian Managing Higher Education for Relevance and Efficiency (I-MHERE) yang dibiayai oleh World Bank bagi perbaikan manajemen universitas. Kami berlima yaitu Deddy, Budi, Wempy, Kartini dan Triyatni mendapat tugas untuk belajar di di University of Sydney dari tanggal 19 Januari- 9 Pebruari 2008.
Dengan waktu yang sangat singkat, begitu banyak hal-hal yang bisa dijadikan pelajaran berkaitan dengan pengelolaan sumber daya, keuangan, aset dan sistem informasi universitas. Catatan yang paling penting bahwa manajemen Usyd dibangun dengan menjaga "nilai" dan menjunjung "tradisi". Karena itu "trust" menjadi hal yang sangat penting bagi tercapainya tujuan memposisikan universitas mencapai ambisinya dengan slogan 1:5:40 menjadi nomor 1 di Australia, nomor 5 di Asia Pasifik dan nomor 40 di dunia. Ambisi ini melibatkan semua "stake holders" Usyd dan menggerakkan semua aktifitas menuju tercapainya ambisi tersebut.
apalagi internasional diyakini antara lain karena dukungan fasilitas pembelajaran baik berupa prasarana dan sarana perkuliahan, laboratorium, perpustakaan dan pendukung lainnya yang sangat tidak memadai. Relatif banyak pemahaman yang berkembang bahwa semua itu karena kesulitan universitas menggunakan dana akibat birokrasi KPKN. Jika masalah universitas adalah soal dana (baca uang), bisa diterjemahkan bahwa pendekatan yang dilakukan pada ketidak merdekaan untuk membelanjakan uang kita. Padahal uang hanya sekedar konsekuensi dari rancangan aktifitas dan bukan sebaliknya. Pendekatan masalah pada dana juga menyebabkan evaluasi kinerja hanya diukur pada kelengkapan administrasi bukti pengeluaran uang yang sudah dibelanjakan dan bukan pada efektifitas dan efisiensi suatu kegiatan.
Hasil kajian kami menunjukkan bahwa hampir semua hambatan yang terjadi bukan karena masalah uang karena universitas tidak pernah berada dalam situasi krisis likuiditas, melainkan karena fungsi manajemen yang belum berjalan baik. Sebagai institusi pemerintah, hingga saat ini Unhas tidak punya catatan informasi yang layak dipercaya sehingga berguna dalam membuat kebijakan. Fakta menunjukkan bahwa cukup banyak kebijakan strategis yang punya pengaruh penting bagi pengembangan universitas tidak dikaji secara serius sebelum diputuskan. Hasilnya bisa diduga bahwa kebijakan-kebijakan tersebut tidak punya dampak yang memadai sesuai yang diinginkan. No data no management!
Menyadari hal tersebut Unhas mengajukan proposal dan memenangkan PHK Indonesian Managing Higher Education for Relevance and Efficiency (I-MHERE) yang dibiayai oleh World Bank bagi perbaikan manajemen universitas. Kami berlima yaitu Deddy, Budi, Wempy, Kartini dan Triyatni mendapat tugas untuk belajar di di University of Sydney dari tanggal 19 Januari- 9 Pebruari 2008.
Dengan waktu yang sangat singkat, begitu banyak hal-hal yang bisa dijadikan pelajaran berkaitan dengan pengelolaan sumber daya, keuangan, aset dan sistem informasi universitas. Catatan yang paling penting bahwa manajemen Usyd dibangun dengan menjaga "nilai" dan menjunjung "tradisi". Karena itu "trust" menjadi hal yang sangat penting bagi tercapainya tujuan memposisikan universitas mencapai ambisinya dengan slogan 1:5:40 menjadi nomor 1 di Australia, nomor 5 di Asia Pasifik dan nomor 40 di dunia. Ambisi ini melibatkan semua "stake holders" Usyd dan menggerakkan semua aktifitas menuju tercapainya ambisi tersebut.
Langganan:
Postingan (Atom)
Selamat Jalan Wimpie, Selamat Jalan Sahabat!
Sepanjang hari Selasa 7 Oktober 2008 cuaca terasa tidak nyaman karena mendung. Seharusnya hari ini Lantai 6 akan mengadakan rapat penting dengan pimpinan setelah libur Lebaran. Entah, mungkin sekedar faktor kebetulan, saya mengingatkan teman-teman bahwa yang bisa berbicara jernih soal manajemen adalah Wimpie. Selama ini bila kita berbicara soal manajemen, lebih banyak dengan gaya common sense semata. Hanya Wimpie yang dibekali ilmu khusus tentang pengetahuan itu. Kita semua tahu bahwa Wimpie kadang-kadang tidak sepakat dengan apa yang kita lakukan, tetapi Wimpie selalu punya cara untuk tidak berada pada posisi “kau-saya”. Hampir tidak ada yang merasa bahwa Wimpie lah yang dengan cara yang paling halus bisa menggerakkan staf rektorat untuk “terpaksa” juga membuat RKAT, yang selama ini dianggap cuma kewajiban fakultas.
Wimpie memang diam-diam selalu “dikorbankan” untuk mengerjakan tugas yang pasti sangat sulit dilakukan oleh kami. Wimpie juga yang selalu jelas menyatakan bahwa untuk manfaat yang baik, “sisdur” harus dibuat sendiri oleh pihak yang terkait. Tidak ada cerita bahwa sisdur dibuat oleh tim dan siap disuapkan pada pengguna. Dia bertahan dengan pendirian berbasis ilmu manajemen yang dimilikinya, sementara kita yang lain sering mulai ikut-ikutan tidak yakin bahwa itu bisa terlaksana. Wimpie pula yang dengan sabar membimbing staf asset dan memberi keyakinan bahwa mereka memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri.
Wimpie dengan ilmunya sebagai pendengar yang baik hampir tidak pernah kesulitan berkomunikasi dengan pegawai yang ingin maju.
Itulah Wimpie rekan dan sahabat kami, yang dengan terasa pilu harus kami ikhlaskan takdirnya menghadap Sang Pencipta di usia yang sangat produktif. Wimpie yang penuh belas kasih, seorang maestro spiritual. Yang di monitor notebooknya tertulis kata-kata emas Madame Teresa. Dia menjalankan aktifitas spritualnya melekat dengan kehidupan sehari-hari. “Jangan melakukan sesuatu pada orang lain hal-hal yang engkau tidak suka bila dilakukan padamu”, itu juga salah satu kalimat emas yang selalu dingatkan Wimpie pada kami teman-temannya. Jangan berhenti melakukan hal-hal yang baik hanya karena alasan kebaikan itu sulit diterima.
Suara Wimpie begitu indah. Menyanyikan lagu bersama dia bisa menciptakan rasa bahwa suara kami ternyata juga bagus. Dia pengumpan yang luar biasa memberi keberanian bagi orang awam untuk bernyanyi tanpa henti. Karena alasan itu pula maka Wimpie punya ruang gaul yang sangat luas, dari remaja hingga kalangan tua. Hanya sekian waktu setelah info kepergiannya, rumah tinggal Wimpie dipenuhi oleh berbagai kelompok manusia di Sulawesi Selatan, mulai kalangan kampus, pencinta musik, kelompok diskusi, kalangan politisi dan para remaja. Wimpie sedikit dari manusia yang bisa menembus semua lapisan batas pergaulan. Bahkan seorang calon walikota menjelaskan dengan terbuka bahwa Wimpie telah dilamar olehnya untuk menjadi Kadis Perdagangan.
Menurut si calon walikota, Wimpie sangat luar biasa dalam mengajar ilmu bisnis internasional. Bagi Wimpie tak ada murid yang bodoh! Tulisan-tulisan popular tentang manajemen yang dibuatnya bisa disampaikan dengan bahasa yang jernih dan mudah dimengerti menunjukkan kedalaman ilmu Wimpie.
“Sudah begitu lama kalian masih selalu menulis nama saya Wempy”, katanya mengomel sambil tersenyum setiap namanya ditulis salah. Nama lengkapnya memang aneh di telinga kami. Willem Joost Alexander Misero, orang baik yang mati muda! Selamat jalan Wimpie, selamat jalan sahabat dan guru kami. Mungkin kami akan rindu, tapi yakin tidak akan kehilangan karena kami tahu engkau selalu berada di antara kami yang senantiasa akan memanfaatkan ilmu yang telah engkau berikan.
Wimpie memang diam-diam selalu “dikorbankan” untuk mengerjakan tugas yang pasti sangat sulit dilakukan oleh kami. Wimpie juga yang selalu jelas menyatakan bahwa untuk manfaat yang baik, “sisdur” harus dibuat sendiri oleh pihak yang terkait. Tidak ada cerita bahwa sisdur dibuat oleh tim dan siap disuapkan pada pengguna. Dia bertahan dengan pendirian berbasis ilmu manajemen yang dimilikinya, sementara kita yang lain sering mulai ikut-ikutan tidak yakin bahwa itu bisa terlaksana. Wimpie pula yang dengan sabar membimbing staf asset dan memberi keyakinan bahwa mereka memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri.
Wimpie dengan ilmunya sebagai pendengar yang baik hampir tidak pernah kesulitan berkomunikasi dengan pegawai yang ingin maju.
Itulah Wimpie rekan dan sahabat kami, yang dengan terasa pilu harus kami ikhlaskan takdirnya menghadap Sang Pencipta di usia yang sangat produktif. Wimpie yang penuh belas kasih, seorang maestro spiritual. Yang di monitor notebooknya tertulis kata-kata emas Madame Teresa. Dia menjalankan aktifitas spritualnya melekat dengan kehidupan sehari-hari. “Jangan melakukan sesuatu pada orang lain hal-hal yang engkau tidak suka bila dilakukan padamu”, itu juga salah satu kalimat emas yang selalu dingatkan Wimpie pada kami teman-temannya. Jangan berhenti melakukan hal-hal yang baik hanya karena alasan kebaikan itu sulit diterima.
Suara Wimpie begitu indah. Menyanyikan lagu bersama dia bisa menciptakan rasa bahwa suara kami ternyata juga bagus. Dia pengumpan yang luar biasa memberi keberanian bagi orang awam untuk bernyanyi tanpa henti. Karena alasan itu pula maka Wimpie punya ruang gaul yang sangat luas, dari remaja hingga kalangan tua. Hanya sekian waktu setelah info kepergiannya, rumah tinggal Wimpie dipenuhi oleh berbagai kelompok manusia di Sulawesi Selatan, mulai kalangan kampus, pencinta musik, kelompok diskusi, kalangan politisi dan para remaja. Wimpie sedikit dari manusia yang bisa menembus semua lapisan batas pergaulan. Bahkan seorang calon walikota menjelaskan dengan terbuka bahwa Wimpie telah dilamar olehnya untuk menjadi Kadis Perdagangan.
Menurut si calon walikota, Wimpie sangat luar biasa dalam mengajar ilmu bisnis internasional. Bagi Wimpie tak ada murid yang bodoh! Tulisan-tulisan popular tentang manajemen yang dibuatnya bisa disampaikan dengan bahasa yang jernih dan mudah dimengerti menunjukkan kedalaman ilmu Wimpie.
“Sudah begitu lama kalian masih selalu menulis nama saya Wempy”, katanya mengomel sambil tersenyum setiap namanya ditulis salah. Nama lengkapnya memang aneh di telinga kami. Willem Joost Alexander Misero, orang baik yang mati muda! Selamat jalan Wimpie, selamat jalan sahabat dan guru kami. Mungkin kami akan rindu, tapi yakin tidak akan kehilangan karena kami tahu engkau selalu berada di antara kami yang senantiasa akan memanfaatkan ilmu yang telah engkau berikan.
Studi Banding
Anti Public Awareness (1)
Anti Public Awareness (2)
Anti Public Awareness (3)
Anti Public Awareness (4)
Tulisan
- Kita Memang Beda
- "Value": Bukan Basa Basi
- Koq Bisa?
- Belajar Dari Pengalaman Fred Hilmer
- Mahasiswa Menjadi Titik Perhatian Terpenting
- Organisasi Pembelajar
- Merombak dan Menjebol Watak
- Rumiatun-Inspirasi Pembangkit Kapasitas Belajar
- Tugas Cendekiawan Mencari Kebenaran
- Sikap dan Suara Kaum Intelektual
- Gunung Es Komunikasi
- Berpikir Kritis
- Politik Kantor