(Belajar dari kejujuran Wye Yap)
Overseas Training Asistance (OTA) terakhir yang menjadi tamu Unhas lewat program I-Mhere adalah Wye Yap, ahli manajemen keuangan dari Sydney. Berbeda dengan dua ahli sebelumnya yaitu David Williams ahli manajemen SDM dan Robert Handelsman ahli manajemen aset yang berasal dari budaya Barat, Wye Yap walaupun juga warga negara Australia tetapi merupakan imigran Chinese dari Malaysia. Pengaruh budaya Asia membuat kami tersentak dengan kejujuran Wye Yap tentang banyak hal yang ditemui di Unhas. Berbeda dengan dua rekannya yang berusaha sebijak mungkin memahami kekurangan yang dimiliki Unhas, Wye Yap memberikan reaksi yang membuat kami harus mengelus dada dan menghirup nafas dalam-dalam agar menerima kejujurannya dengan ikhlas.
Untuk memudahkan pengenalan situasi Unhas, setiap ONDT akan tiba di Makassar hari Minggu, menginap selama bertugas di Rusunawa dan hari Senin mulai bertugas. Seperti penyambutan David dan Robert, kami juga menawarkan diri untuk menemani berbelanja keperluan sehari-hari. Kami masih tersenyum saat melihat Wye Yap menghabiskan hampir setengah juta rupiah untuk berbelanja alat-alat pembersih ruangan termasuk kain peralatan pel dan karbol. Sisanya untuk membeli alat penerangan karena menganggap penerangan rektorat tidak memenuhi syarat untuk bekerja.
Selama sebulan di Unhas, Wye Yap menghabiskan akhir pekan di Jakarta, Singapura dan Malaysia. Maka lagi-lagi kami berkesimpulan bahwa dia orang yang suka pesiar dan berfoya-foya. Wye Yap hanya sekali makan siang di kantin Unhas, setelah itu dia memilih makan mie instant yang tinggal disiram air mendidih. Wye membawa air mineral, piring, gelas dan sendok sendiri. Kalau kebetulan lagi makan siang dan kami mengajaknya, dia menolak tanpa basa-basi. Pokoknya tidak ingin saja! Bandingkan dengan David dan Robert yang menerima makanan apa saja yang ditawarkan dengan rasa ingin tahu yang besar.
Dua minggu pertama, sikap Wye Yap membuat beberapa diantara kami sedikit jengkel dan menganggap Wye Yap bertingkah. Kami langsung curiga, jangan-jangan dia bukan type orang yang bisa bekerja, dengan asumsi dasar NATO, no action talking only. Minggu ketiga barulah Wye Yap bertanya kepada beberapa teman bahwa bagaimana mungkin peralatan makan minum Unhas dibiarkan atau dicuci di toilet. Dia heran melihat toilet yang lantainya dipenuhi dengan peralatan makan dan sampah sisa makanan, air yang tak mengalir serta WC yang tidak disiram. Tiba-tiba kami merasa mual! Pertanyaan Wye Yap memicu rasa ingin muntah karena selama ini menggunakan peralatan makan yang tentu jauh dari standar kebersihan. Kondisi inilah antara lain yang membuat dia memerlukan relaksasi berbiaya mahal setiap pekan melarikan diri dari ketegangan.
Belum seminggu bertugas sebagai ahli manajemen keuangan, Wye Yap juga merasa heran mengapa buku laporan keuangan yang satu tidak connected dengan buku yang lain. Aneh menurutnya! Lebih aneh lagi karena tak ada seorang staf keuangan yang merasa perlu belajar dari Wye Yap. Membiarkan ahli bergaji mahal tanpa manfaat, membuat kami memutuskan bahwa Wye Yap harus membuat review tentang masalah manajemen keuangan Unhas di hadapan pimpinan. Harapan kami review dari pihak independent mungkin lebih bisa membuka mata kita apa kekurangan Unhas selama ini. Wye Yap mulai dengan kondisi Unhas, kemudian konsep yang dianggap minimal harus dilakukan. Setelah mendengar ulasan Wye Yap, Rektor kemudian menanyakan apa yang telah dilakukan sistem manajemen keuangan Unhas saat ini. Dan inilah jawabannya “nothing”, walaupun dengan sopan dia juga mengatakan ada baiknya karena kita bisa membuat sistem yang benar sejak awal.
SDM, Aset dan Keuangan
Jauh sebelum proposal I-Mhere diajukan ke World Bank, Tim Perencanaan dan Pengembangan sudah menyadari bahwa masalah utama selama ini bersumber pada sistem pengelolaan SDM, asset dan keuangan. Karena alasan ingin memperbaiki sumber masalah, Unhas mengajukan proposal dan diterima. Persoalan kemudian muncul karena ketiga wilayah ini merupakan wilayah yang tertutup oleh tembok tebal. Sulit sekali mengetahui apa yang terjadi di wilayah ini. Kejujuran Wye Yap dengan sikapnya saat berada di Unhas membuktikan bahwa apa yang dilakukan oleh I-Mhere adalah perlawanan terhadap sistem yang tidak ingin disentuh.
Kita mulai dari sikap Wye Yap yang membeli peralatan kebersihan untuk penginapan sederhana bertarif Rp. 150.000,- / hari. Pengelola tidak merasa bersalah sedikitpun dengan sikap tamu. Sebelumnya Robert mengalami hal yang aneh untuk penginapan yang tidak gratis ketika hampir seminggu air tidak jalan dengan lancar. Pengelola hanya berdalih memang demikian di Unhas, pada musim kering kita kesulitan mendapatkan air. Jelas ini bukan bagian dari hospitality yang disyaratkan oleh sebuah layanan akomodasi. Tarif yang ditetapkan Rusunawa setara dengan home stay Melati terbaik yang ada di pusat kota, tetapi services yang diberikan seakan tamu menginap gratis. Lalu siapa yang bertanggungjawab akan hak tamu tersebut?
Pengalaman menunjukkan bahwa saat tamu akan menginap di Rusunawa, staf pengelola akan menawarkan dua sistem pembayaran. Kalau membayar ke rekening pengelola, tariff kamar VIP Rp. 150.000.-/malam. Tetapi bila pembayaran dilakukan dengan tunai, tamu cukup membayar Rp 50.000,-/malam. Situasi ini cukup menunjukkan kepada kita bahwa dengan model pengelolaan seperti ini tidak akan ada perhatian kepada maintenance aset terutama untuk tujuan kenyamanan tamu. Perhatian oknum pengelola terfokus pada bagaimana menciptakan peluang untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Tidak mungkin ada konsep optimalisasi pemanfaatan Rusunawa sebagai sumber pemasukan Unhas yang menguntungkan. Sistem seperti ini hanya akan berbuntut sebagai beban tambahan bagi pengeluaran Unhas.
Berikutnya pada kebersihan toilet gedung Rektorat. Untuk sistem kebersihan, Unhas mengontrak rekanan cleaning service. Selain itu Unhas juga punya staf yang bertugas sebagai pramu kantor. Lalu mengapa toilet tetap tak terurus? Kita saksikan bahwa rekanan menjalankan kewajiban tanpa pengawasan dari pemberi tugas, karena itu hanya menugaskan satu petugas untuk minimal dua lantai gedung. Selain tidak manusiawi, tidak mungkin seorang petugas mampu membersihkan lantai yang sangat luas. Persoalan berikutnya kemudian bertambah karena si petugas cleaning service mendapat pekerjaan sampingan sebagai koki dari unit tempat dia ditugaskan. Ada peraturan tidak resmi yang dibuat oleh para pramu kantor Unhas ketika sudah diangkat sebagai PNS. Saat itu justru dianggap sebagai kebebasan untuk tidak perlu bekerja lagi sesuai tupoksinya. Pekatnya unsur kekerabatan dalam penjaringan staf membuat kondisi seperti ini terlindungi dengan baik. Kekacauan semakin menjadi, karena si petugas cleaning service masih disibukkan dengan fungsinya sebagai pemulung. Maka tak heran hall-hall di setiap lantai tampak seperti pusat pengumpulan kardus dan kertas bekas dengan aroma limbah sampah sisa makanan yang mengendap berhari-hari yang mengundang tikus menari-nari.
Cerita selanjutnya pada sistem manajemen keuangan Unhas. Sebagai institusi besar, Unhas mengelola uang dengan jumlah ratusan milyar. Mengapa sampai bisa terjadi bahwa sistem yang ada dianggap “nothing” oleh Wye Yap? Persoalannya cukup sederhana, yaitu dalam sistem tersebut hanya ada satu orang akuntan dengan kualifikasi keahlian S1. Mempercayakan uang yang demikian besar pada satu orang ahli sungguh sangat beresiko. Pertanyaan berikut mengapa Unhas selama ini tidak pernah memprogramkan kebutuhan staf keuangan yang memang memiliki kualifikasi berlatar belakang akuntansi? Unhas punya program akuntansi, sehingga tidak ada alasan untuk menyatakan bahwa kita kesulitan mendapatkan SDM akuntansi. Bagaimana mungkin Unhas sebagai pencetak tenaga ahli keuangan mempercayakan sistem keuangannya pada orang-orang dengan latar belakang jauh berbeda seperti sarjana hukum atau sarjana teknik?
Tanggungjawab
Dari uraian cerita tersebut di atas, kita dapat mengira-ngira bahwa belum ada rasa kewajiban dari staf untuk bekerja berdasarkan tupoksi. Sistem tugas dan tanggungjawab masih dibangun atas landasan pertemanan atau hubungan baik, bukan karena tupoksi mengharuskan hal tersebut. Tupoksi yang tidak dikomunikasikan sebagai hak publik membuat ruang kerja bagai hutan rimba dan pihak yang membutuhkan layanan lebih sering tersesat dan hal seperti ini tidak dianggap aneh. Tidak ada signage (tetanda) yang jelas yang bisa memandu mengarahkan pengguna layanan bisa melangkah di jalur yang benar. Dari kejujuran informasi yang disampaikan Wye Yap, hanya satu orang staf yang merasa sadar bahwa ada yang kurang sehingga perlu mencari tahu yaitu Rektor. Staf yang langsung terlibat pada masalah tidak merasa bahwa ketidak beresan yang terjadi merupakan bagian dari tupoksinya.
Selama ini tupoksi masih diartikan sebagai ruang hak bagi staf yang ditunjuk. Padahal tidak mungkin ada hak tanpa tanggungjawab. Hak dan tanggungjawab adalah dua sisi mata uang yang melekat satu sama lain. Istilah tanggungjawab yang paling sederhana adalah bertanggungjawab terhadap yang berhak menuntut misalnya institusi melalui atasan, pemberi tugas, pengguna jasa dan tentu saja kepada Tuhan. Penting dicatat bahwa tanggungjawab kepada atasan tidak salah diartikan sebagai loyalitas buta untuk mengikuti apa saja keinginan atasan, terutama bagi institusi milik negara dimana pejabat bisa berganti setiap saat tetapi visi dan misi institusi harus berjalan terus.
Tanggungjawab bukan berarti sekedar memenuhi persyaratan administrasi bahwa yang penting apa yang dibuat sudah benar di atas kertas. Tanggungjawab harus membangkitkan kesadaran untuk melakukan tindakan-tindakan yang bermutu. Seorang yang bertanggungjawab tidak pernah akan puas mengerjakan sesuatu setengah-setengah atau asal jadi, walaupun orang tidak tahu hal itu dilakukannya. Bangga akan mutu pekerjaan yang dihasilkan adalah rasa moral penting yang ingin dinikmati oleh seorang yang bertanggungjawab. Tanggungjawab untuk menghasilkan pekerjaan yang bermutu mendorong seseorang untuk tidak pernah berhenti belajar ilmu yang sesuai dengan keahliannya, belajar dari situasi, belajar dari pengalaman orang lain, belajar secara teoritis lewat pendidikan dan belajar dari kesalahan diri sendiri. Seorang yang bertanggungjawab tidak pernah malu untuk belajar dari kesalahan karena kesalahan merupakan landasan bagi kemajuan untuk menjadi seorang professional. Perbaikan mutu manajemen Unhas hanya bisa terbangun dengan kesadaran moral seluruh staf akan tanggungjawab memberikan layanan terbaik bagi aktifitas utama Unhas sebagai lembaga akademik yang mendukung tujuan nasional mencerdaskan bangsa.
Rongga Kecil di Sebuah Bangunan Besar
Kelompok kerja yang terbangun bukan saja atas penugasan dari negara, melainkan juga karena kebutuhan sebagai suatu gerakan kecil untuk sebuah perubahan menuju komunitas masyarakat pembelajar lintas batas.
Ada banyak komunitas di lantai 6, tetapi banyak orang percaya seolah-olah inilah penghuni resmi, yang dipersepsikan sebagai:
1. Kumpulan para utopia.
2. Kumpulan orang-orang yang tidak jelas statusnya.
3. Kumpulan para pemikir yang sok cerdas.
4. Kumpulan orang-orang biasa yang ingin punya manfaat bagi bangsa dan negara.
Apapun persepsi yang melekat, ruang kecil di lantai 6 memiliki aura menggoda anggotanya untuk selalu rindu berkumpul, berdebat, berbagi ilmu, wawasan dan idea yang siap dimanfaatkan bagi mereka yang membutuhkan.
Renstra Unhas
Visi
Pusat Pengembangan Budaya Bahari.
Pengembangan budaya secara implisit berarti menciptakan ruang bagi pengembangan Ipteks (Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni) yang sesuai dengan nilai-nilai budaya yang dianut.
Misi
a. Menghasilkan alumni yang mandiri, berahlak dan berwawasan global.
b. Mengembangkan Ipteks yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya.
c. Mempromosikan dan mendorong terwujudnya nilai-nilai bahari dalam masyarakat.
Nilai
Unhas menganut sistem nilai yang menjamin kebebasan pengembangan diri yang adaptif-kreatif terhadap keserbautuhan wawasannya, terhadap kebermanfaatan perannya, dan terhadap perilaku keberbagian keberadaannya. mengupayakan perbaikan dan penyempurnaan dalam melaksanakan misi.
Tujuan
a. Berperan sebagai pusat konservasi dan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang unggul;
b. Mewujudkan kampus sebagai masyarakat akademik yang handal yang didukung oleh budaya ilmiah yang mengacu kepada nilai-nilai Unhas;
c. Mengembangkan dan memanfaatkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang relevan dengan tujuan pembangunan nasional dan daerah melalui penyelenggaraan program-program studi, penelitian, pembinaan kelembagaan, serta pengembangan sumberdaya manusia akademik yang berdaya guna dan hasil guna;
d. Mewujudkan Unhas sebagai universitas penelitian (research university);
e. Meningkatkan mutu fasilitas, prasarana, sarana dan teknologi serta mewujudkan suasana akademik yang kondusif serta bermanfaat bagi masyarakat untuk mendukung terwujudnya misi universitas;
f. Meningkatkan produktivitas dan kualitas luaran, khususnya yang berkaitan dengan kebutuhan pembangunan dan dunia usaha;
g. Memupuk dan mengembangkan kerjasama kemitraan dengan sektor eksternal khususnya pemerintah, dunia usaha dan industri serta dengan perguruan tinggi dan lembaga-lembaga Ipteks lainnya, baik di dalam maupun di luar negeri.
Selengkapnya >>>
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Selamat Jalan Wimpie, Selamat Jalan Sahabat!
Sepanjang hari Selasa 7 Oktober 2008 cuaca terasa tidak nyaman karena mendung. Seharusnya hari ini Lantai 6 akan mengadakan rapat penting dengan pimpinan setelah libur Lebaran. Entah, mungkin sekedar faktor kebetulan, saya mengingatkan teman-teman bahwa yang bisa berbicara jernih soal manajemen adalah Wimpie. Selama ini bila kita berbicara soal manajemen, lebih banyak dengan gaya common sense semata. Hanya Wimpie yang dibekali ilmu khusus tentang pengetahuan itu. Kita semua tahu bahwa Wimpie kadang-kadang tidak sepakat dengan apa yang kita lakukan, tetapi Wimpie selalu punya cara untuk tidak berada pada posisi “kau-saya”. Hampir tidak ada yang merasa bahwa Wimpie lah yang dengan cara yang paling halus bisa menggerakkan staf rektorat untuk “terpaksa” juga membuat RKAT, yang selama ini dianggap cuma kewajiban fakultas.
Wimpie memang diam-diam selalu “dikorbankan” untuk mengerjakan tugas yang pasti sangat sulit dilakukan oleh kami. Wimpie juga yang selalu jelas menyatakan bahwa untuk manfaat yang baik, “sisdur” harus dibuat sendiri oleh pihak yang terkait. Tidak ada cerita bahwa sisdur dibuat oleh tim dan siap disuapkan pada pengguna. Dia bertahan dengan pendirian berbasis ilmu manajemen yang dimilikinya, sementara kita yang lain sering mulai ikut-ikutan tidak yakin bahwa itu bisa terlaksana. Wimpie pula yang dengan sabar membimbing staf asset dan memberi keyakinan bahwa mereka memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri.
Wimpie dengan ilmunya sebagai pendengar yang baik hampir tidak pernah kesulitan berkomunikasi dengan pegawai yang ingin maju.
Itulah Wimpie rekan dan sahabat kami, yang dengan terasa pilu harus kami ikhlaskan takdirnya menghadap Sang Pencipta di usia yang sangat produktif. Wimpie yang penuh belas kasih, seorang maestro spiritual. Yang di monitor notebooknya tertulis kata-kata emas Madame Teresa. Dia menjalankan aktifitas spritualnya melekat dengan kehidupan sehari-hari. “Jangan melakukan sesuatu pada orang lain hal-hal yang engkau tidak suka bila dilakukan padamu”, itu juga salah satu kalimat emas yang selalu dingatkan Wimpie pada kami teman-temannya. Jangan berhenti melakukan hal-hal yang baik hanya karena alasan kebaikan itu sulit diterima.
Suara Wimpie begitu indah. Menyanyikan lagu bersama dia bisa menciptakan rasa bahwa suara kami ternyata juga bagus. Dia pengumpan yang luar biasa memberi keberanian bagi orang awam untuk bernyanyi tanpa henti. Karena alasan itu pula maka Wimpie punya ruang gaul yang sangat luas, dari remaja hingga kalangan tua. Hanya sekian waktu setelah info kepergiannya, rumah tinggal Wimpie dipenuhi oleh berbagai kelompok manusia di Sulawesi Selatan, mulai kalangan kampus, pencinta musik, kelompok diskusi, kalangan politisi dan para remaja. Wimpie sedikit dari manusia yang bisa menembus semua lapisan batas pergaulan. Bahkan seorang calon walikota menjelaskan dengan terbuka bahwa Wimpie telah dilamar olehnya untuk menjadi Kadis Perdagangan.
Menurut si calon walikota, Wimpie sangat luar biasa dalam mengajar ilmu bisnis internasional. Bagi Wimpie tak ada murid yang bodoh! Tulisan-tulisan popular tentang manajemen yang dibuatnya bisa disampaikan dengan bahasa yang jernih dan mudah dimengerti menunjukkan kedalaman ilmu Wimpie.
“Sudah begitu lama kalian masih selalu menulis nama saya Wempy”, katanya mengomel sambil tersenyum setiap namanya ditulis salah. Nama lengkapnya memang aneh di telinga kami. Willem Joost Alexander Misero, orang baik yang mati muda! Selamat jalan Wimpie, selamat jalan sahabat dan guru kami. Mungkin kami akan rindu, tapi yakin tidak akan kehilangan karena kami tahu engkau selalu berada di antara kami yang senantiasa akan memanfaatkan ilmu yang telah engkau berikan.
Wimpie memang diam-diam selalu “dikorbankan” untuk mengerjakan tugas yang pasti sangat sulit dilakukan oleh kami. Wimpie juga yang selalu jelas menyatakan bahwa untuk manfaat yang baik, “sisdur” harus dibuat sendiri oleh pihak yang terkait. Tidak ada cerita bahwa sisdur dibuat oleh tim dan siap disuapkan pada pengguna. Dia bertahan dengan pendirian berbasis ilmu manajemen yang dimilikinya, sementara kita yang lain sering mulai ikut-ikutan tidak yakin bahwa itu bisa terlaksana. Wimpie pula yang dengan sabar membimbing staf asset dan memberi keyakinan bahwa mereka memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri.
Wimpie dengan ilmunya sebagai pendengar yang baik hampir tidak pernah kesulitan berkomunikasi dengan pegawai yang ingin maju.
Itulah Wimpie rekan dan sahabat kami, yang dengan terasa pilu harus kami ikhlaskan takdirnya menghadap Sang Pencipta di usia yang sangat produktif. Wimpie yang penuh belas kasih, seorang maestro spiritual. Yang di monitor notebooknya tertulis kata-kata emas Madame Teresa. Dia menjalankan aktifitas spritualnya melekat dengan kehidupan sehari-hari. “Jangan melakukan sesuatu pada orang lain hal-hal yang engkau tidak suka bila dilakukan padamu”, itu juga salah satu kalimat emas yang selalu dingatkan Wimpie pada kami teman-temannya. Jangan berhenti melakukan hal-hal yang baik hanya karena alasan kebaikan itu sulit diterima.
Suara Wimpie begitu indah. Menyanyikan lagu bersama dia bisa menciptakan rasa bahwa suara kami ternyata juga bagus. Dia pengumpan yang luar biasa memberi keberanian bagi orang awam untuk bernyanyi tanpa henti. Karena alasan itu pula maka Wimpie punya ruang gaul yang sangat luas, dari remaja hingga kalangan tua. Hanya sekian waktu setelah info kepergiannya, rumah tinggal Wimpie dipenuhi oleh berbagai kelompok manusia di Sulawesi Selatan, mulai kalangan kampus, pencinta musik, kelompok diskusi, kalangan politisi dan para remaja. Wimpie sedikit dari manusia yang bisa menembus semua lapisan batas pergaulan. Bahkan seorang calon walikota menjelaskan dengan terbuka bahwa Wimpie telah dilamar olehnya untuk menjadi Kadis Perdagangan.
Menurut si calon walikota, Wimpie sangat luar biasa dalam mengajar ilmu bisnis internasional. Bagi Wimpie tak ada murid yang bodoh! Tulisan-tulisan popular tentang manajemen yang dibuatnya bisa disampaikan dengan bahasa yang jernih dan mudah dimengerti menunjukkan kedalaman ilmu Wimpie.
“Sudah begitu lama kalian masih selalu menulis nama saya Wempy”, katanya mengomel sambil tersenyum setiap namanya ditulis salah. Nama lengkapnya memang aneh di telinga kami. Willem Joost Alexander Misero, orang baik yang mati muda! Selamat jalan Wimpie, selamat jalan sahabat dan guru kami. Mungkin kami akan rindu, tapi yakin tidak akan kehilangan karena kami tahu engkau selalu berada di antara kami yang senantiasa akan memanfaatkan ilmu yang telah engkau berikan.
Studi Banding
Anti Public Awareness (1)
Anti Public Awareness (2)
Anti Public Awareness (3)
Anti Public Awareness (4)
Tulisan
- Kita Memang Beda
- "Value": Bukan Basa Basi
- Koq Bisa?
- Belajar Dari Pengalaman Fred Hilmer
- Mahasiswa Menjadi Titik Perhatian Terpenting
- Organisasi Pembelajar
- Merombak dan Menjebol Watak
- Rumiatun-Inspirasi Pembangkit Kapasitas Belajar
- Tugas Cendekiawan Mencari Kebenaran
- Sikap dan Suara Kaum Intelektual
- Gunung Es Komunikasi
- Berpikir Kritis
- Politik Kantor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar