Rongga Kecil di Sebuah Bangunan Besar


Kelompok kerja yang terbangun bukan saja atas penugasan dari negara, melainkan juga karena kebutuhan sebagai suatu gerakan kecil untuk sebuah perubahan menuju komunitas masyarakat pembelajar lintas batas.

Ada banyak komunitas di lantai 6, tetapi banyak orang percaya seolah-olah inilah penghuni resmi, yang dipersepsikan sebagai:

1. Kumpulan para utopia.
2. Kumpulan orang-orang yang tidak jelas statusnya.
3. Kumpulan para pemikir yang sok cerdas.
4. Kumpulan orang-orang biasa yang ingin punya manfaat bagi bangsa dan negara.

Apapun persepsi yang melekat, ruang kecil di lantai 6 memiliki aura menggoda anggotanya untuk selalu rindu berkumpul, berdebat, berbagi ilmu, wawasan dan idea yang siap dimanfaatkan bagi mereka yang membutuhkan.


Renstra Unhas


Visi
Pusat Pengembangan Budaya Bahari.
Pengembangan budaya secara implisit berarti menciptakan ruang bagi pengembangan Ipteks (Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni) yang sesuai dengan nilai-nilai budaya yang dianut.

Misi
a. Menghasilkan alumni yang mandiri, berahlak dan berwawasan global.
b. Mengembangkan Ipteks yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya.
c. Mempromosikan dan mendorong terwujudnya nilai-nilai bahari dalam masyarakat.

Nilai
Unhas menganut sistem nilai yang menjamin kebebasan pengembangan diri yang adaptif-kreatif terhadap keserbautuhan wawasannya, terhadap kebermanfaatan perannya, dan terhadap perilaku keberbagian keberadaannya. mengupayakan perbaikan dan penyempurnaan dalam melaksanakan misi.

Tujuan
a. Berperan sebagai pusat konservasi dan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang unggul;
b. Mewujudkan kampus sebagai masyarakat akademik yang handal yang didukung oleh budaya ilmiah yang mengacu kepada nilai-nilai Unhas;
c. Mengembangkan dan memanfaatkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang relevan dengan tujuan pembangunan nasional dan daerah melalui penyelenggaraan program-program studi, penelitian, pembinaan kelembagaan, serta pengembangan sumberdaya manusia akademik yang berdaya guna dan hasil guna;
d. Mewujudkan Unhas sebagai universitas penelitian (research university);
e. Meningkatkan mutu fasilitas, prasarana, sarana dan teknologi serta mewujudkan suasana akademik yang kondusif serta bermanfaat bagi masyarakat untuk mendukung terwujudnya misi universitas;
f. Meningkatkan produktivitas dan kualitas luaran, khususnya yang berkaitan dengan kebutuhan pembangunan dan dunia usaha;
g. Memupuk dan mengembangkan kerjasama kemitraan dengan sektor eksternal khususnya pemerintah, dunia usaha dan industri serta dengan perguruan tinggi dan lembaga-lembaga Ipteks lainnya, baik di dalam maupun di luar negeri.

Selengkapnya >>>


Sabtu, 07 Maret 2009

Human Capital

(Eileen Rachman & Sylvina Savitri)

Berapa persen dari fitur komputer atau telepon genggam yang selama ini Anda manfaatkan? Apakah sudah melewati 50%? Bila memang Anda memanfaatkan mesin tersebut sudah sampai 50%, saya yakin bahwa mesin tersebut sudah mulai terengah-engah ‘bekerja’ untuk Anda. Manusia pun ibarat mesin. Seorang ahli manajemen mengatakan bahwa energi dan kontribusi yang diaplikasikan seorang karyawan di perusahaan, hanyalah sebagian kecil dari kapasitasnya. Perumpamaan manusia vs mesin ini pun sangat mudah dicerna peserta sharing mengenai human capital. Bahkan kemudian sering terdengar olok-olok, seperti: “Mesinnya komplit, tetapi van-belt-nya hampir putus”, atau “Mesinnya sempurna tetapi tidak ada ‘colokan’-nya, jadi percuma mesin itu ada”.

Bila kita ber-mindset “human capital” maka kita bisa melihat manusia ibarat sebuah mesin yang berfungsi penuh, tetapi utilisasinya sangat tergantung ‘pemilik’-nya. Sebagai sebuah mesin yang utuh, manusia merupakan satu-satunya mesin yang bisa ‘bergerak sendiri’, bahkan kadang sulit dikendalikan oleh pihak lain, katakanlah operator, kecuali dirinya sendiri. Dialah pemilik mesin itu sendiri.

Saya sering senyum-senyum sendiri bila teman saya, seorang CEO, marah-marah bila menyadari biaya ‘human capital’ di perusahaannya mencapai 65% dari keseluruhan biaya perusahaan. Padahal, beliau sering menyebutkan kalimat klise, bahwa ”manusia adalah aset terbesar di perusahaan kami”. Pada saat demikianlah biasanya kita sadar bahwa sumber daya manusia masih jarang menjadi fokus dan pengelolaan yang optimal, di antara strategi bisnis lain di perusahaan.

Tidak Ada Kurasi Instan
Hal sulit dalam mengelola manusia ini adalah kita tidak bisa melakukan perubahan mendadak, walaupun uang tersedia. Kita bisa dengan segera meregenerasi mesin atau memindahkan pabrik, namun melakukan aksi perubahan pada sumber daya manusia berdampak tidak saja pada biaya tetapi masih banyak lagi aspek kehidupan yang lebih sulit dikendalikan. Apalagi bila kita sudah menghadapi gejala-gejala khas akibat salah urus manajemen manusia seperti: ‘Too many chiefs no Indians’, yaitu terlalu banyak manager, sementara staf yang di-manage hanya sedikit, atau sebaliknya, langkanya karyawan yang bisa diandalkan sebagai pemimpin.

Gejala ini tidak hanya terjadi pada perusahaan manufaktur di mana bisnis masih di dominasi mesin dan automasi, tetapi juga terjadi pada perusahaan-perusahaan dengan bobot sumber daya manusia yang besar, seperti perusahaan yang menjual jasa seperti bisnis perbankan, konsultasi, engineering. Saat ini biasanya baru kita sadari bahwa upaya bajak, rekrut baru, pelatihan tidak akan mendapatkan kurasi instan. Kita memang perlu memikirkan strategi yang berkesinambungan, berjangka menengah dan panjang, untuk menciptakan ‘mesin-mesin’ manusia yang handal dan kompetitif sepanjang waktu.

Cost Reduction vs Value Creation
Seperti halnya Negara Cina yang beberapa tahun lalu menerapkan upah sangat rendah, kita pun bisa dikatakan berpuluh tahun menikmati ‘tenaga murah’, misalnya buruh dan pegawai negeri. Manusianya pun oke-oke saja dengan kondisi ini, setuju digaji seadanya, efeknya ia tidak menuntut dirinya untuk berkembang, tidak merasa perlu bersusah payah untuk memelihara dan mengasah ‘mesinnya’ agar tidak ketinggalan jaman. Tanpa kita sadari, keteledoran ini menyebabkan lemahnya ‘human capital’ secara menyeluruh dan tidak kompetitifnya sumberdaya manusia kita. Upah rendah itu ternyata berakibat biaya yang tinggi juga. Manusia yang tidak mengembangkan diri akan menghasilkan rendahnya kualitas produk, lambatnya produksi, buruknya servis, yang berakibat pada tidak kompetitifnya hasil. Sementara, biaya per manusia yang menyangkut kesehatan, asuransi, kesejahteraan keluarganya semakin melonjak, sehingga ‘human capital’ yang ada di perusahaan menjadi tidak efektif dan efisien.

Dalam situasi krisis begini, perusahaan memang bisa saja mengurangi biaya sumberdaya manusia. Namun, sebelum mengambil keputusan untuk memangkas biaya-biaya sumberdaya manusia, para employer memang perlu memikirkan akibat yang terjadi di perusahaan seperti pincangnya kompetensi, beratnya beban kerja, hilangnya kesempatan suksesi, macetnya proses investasi di manusia dan membandingkannya dengan mengkalkulasi kekuatan aset manusia ini yang sebetulnya membawa bobot pengetahuan, intelektual, jaringan sosial, servis dan merupakan ‘added value’ tak terbatas. Seorang ahli berkomentar: ”There’s a floor to cost reduction but no ceiling to value creation”, artinya, mengurangi biaya sumber daya manusia pasti ada batasnya, padahal dengan SDM yang baik, kita bisa melakukan kinerja yang tidak berbatas. Bayangkan kalau di perusahaan kita, bekerja manusia-manusia berspirit kreatif dan inovatif, yang tidak hanya sekedar mempertahankan atau memajukan bisnis tetapi menciptakan bisnis.

Ciptakan Pabrik ‘Talent’
Charles Coffin, CEO General Electric yang pertama (tahun 1920-an) sudah mengatakan bahwa “GE’s most important product is not light bulbs or transformers but managerial talent “. Kita lihat bahwa ‘Human Capital management’ yang baik, akan memperhitungkan berharganya pengumpulan pengalaman, ekspertis, di samping spirit inovasi karyawannya dalam jangka panjang. Perusahaan yang sukses dengan ‘human capital management’ yang canggih, senantiasa mengkaitkan perkembangan bisnisnya dengan kebugaran ‘human kapital’-nya, ‘memangkas’ yang tidak perlu, mengasah, memelihara, di samping menjaga daya tarik ‘employment’, sehingga selalu mendapatkan bibit-bibit baru terbaik.

Bagaimana dengan kita, si mesin, diantara 220 juta mesin lain di Indonesia? Marilah kita menjadi mesin yang utuh, lengkap dalam diri sendiri, tidak membutuhkan alat bantu untuk ‘dinyalakan’, bisa meng-‘upgrade’ diri sendiri tanpa harus didorong-dorong, kreatif, inovatif dan fleksibel ditempatkan di lahan mana pun, dan menyusun kekuatan sumber daya manusia Indonesia.

http://www.experd.com/news-articles/articles/134/

Tidak ada komentar:

Selamat Jalan Wimpie, Selamat Jalan Sahabat!

Sepanjang hari Selasa 7 Oktober 2008 cuaca terasa tidak nyaman karena mendung. Seharusnya hari ini Lantai 6 akan mengadakan rapat penting dengan pimpinan setelah libur Lebaran. Entah, mungkin sekedar faktor kebetulan, saya mengingatkan teman-teman bahwa yang bisa berbicara jernih soal manajemen adalah Wimpie. Selama ini bila kita berbicara soal manajemen, lebih banyak dengan gaya common sense semata. Hanya Wimpie yang dibekali ilmu khusus tentang pengetahuan itu. Kita semua tahu bahwa Wimpie kadang-kadang tidak sepakat dengan apa yang kita lakukan, tetapi Wimpie selalu punya cara untuk tidak berada pada posisi “kau-saya”. Hampir tidak ada yang merasa bahwa Wimpie lah yang dengan cara yang paling halus bisa menggerakkan staf rektorat untuk “terpaksa” juga membuat RKAT, yang selama ini dianggap cuma kewajiban fakultas.

Wimpie memang diam-diam selalu “dikorbankan” untuk mengerjakan tugas yang pasti sangat sulit dilakukan oleh kami. Wimpie juga yang selalu jelas menyatakan bahwa untuk manfaat yang baik, “sisdur” harus dibuat sendiri oleh pihak yang terkait. Tidak ada cerita bahwa sisdur dibuat oleh tim dan siap disuapkan pada pengguna. Dia bertahan dengan pendirian berbasis ilmu manajemen yang dimilikinya, sementara kita yang lain sering mulai ikut-ikutan tidak yakin bahwa itu bisa terlaksana. Wimpie pula yang dengan sabar membimbing staf asset dan memberi keyakinan bahwa mereka memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri.
Wimpie dengan ilmunya sebagai pendengar yang baik hampir tidak pernah kesulitan berkomunikasi dengan pegawai yang ingin maju.

Itulah Wimpie rekan dan sahabat kami, yang dengan terasa pilu harus kami ikhlaskan takdirnya menghadap Sang Pencipta di usia yang sangat produktif. Wimpie yang penuh belas kasih, seorang maestro spiritual. Yang di monitor notebooknya tertulis kata-kata emas Madame Teresa. Dia menjalankan aktifitas spritualnya melekat dengan kehidupan sehari-hari. “Jangan melakukan sesuatu pada orang lain hal-hal yang engkau tidak suka bila dilakukan padamu”, itu juga salah satu kalimat emas yang selalu dingatkan Wimpie pada kami teman-temannya. Jangan berhenti melakukan hal-hal yang baik hanya karena alasan kebaikan itu sulit diterima.

Suara Wimpie begitu indah. Menyanyikan lagu bersama dia bisa menciptakan rasa bahwa suara kami ternyata juga bagus. Dia pengumpan yang luar biasa memberi keberanian bagi orang awam untuk bernyanyi tanpa henti. Karena alasan itu pula maka Wimpie punya ruang gaul yang sangat luas, dari remaja hingga kalangan tua. Hanya sekian waktu setelah info kepergiannya, rumah tinggal Wimpie dipenuhi oleh berbagai kelompok manusia di Sulawesi Selatan, mulai kalangan kampus, pencinta musik, kelompok diskusi, kalangan politisi dan para remaja. Wimpie sedikit dari manusia yang bisa menembus semua lapisan batas pergaulan. Bahkan seorang calon walikota menjelaskan dengan terbuka bahwa Wimpie telah dilamar olehnya untuk menjadi Kadis Perdagangan.
Menurut si calon walikota, Wimpie sangat luar biasa dalam mengajar ilmu bisnis internasional. Bagi Wimpie tak ada murid yang bodoh! Tulisan-tulisan popular tentang manajemen yang dibuatnya bisa disampaikan dengan bahasa yang jernih dan mudah dimengerti menunjukkan kedalaman ilmu Wimpie.

“Sudah begitu lama kalian masih selalu menulis nama saya Wempy”, katanya mengomel sambil tersenyum setiap namanya ditulis salah. Nama lengkapnya memang aneh di telinga kami. Willem Joost Alexander Misero, orang baik yang mati muda! Selamat jalan Wimpie, selamat jalan sahabat dan guru kami. Mungkin kami akan rindu, tapi yakin tidak akan kehilangan karena kami tahu engkau selalu berada di antara kami yang senantiasa akan memanfaatkan ilmu yang telah engkau berikan.

Studi Banding

Studi Banding
Sumber Harian Kompas 26 November 2005

Anti Public Awareness (1)

Anti Public Awareness (1)

Anti Public Awareness (2)

Anti Public Awareness (2)

Anti Public Awareness (3)

Anti Public Awareness (3)

Anti Public Awareness (4)

Anti Public Awareness (4)

Buku Tamu

Pengunjung ke: